UANG SERATUS RIBU VS LIMA PULUH RIBU: JADILAH MANUSIA YANG BERNILAI
Oleh Khairul
Azan
Pada suatu hari saya mengikuti seminar internasional
yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi dimana saya mengambil program
Doktor. Seminar tersebut diisi oleh narasumber dari tiga negara yaitu Indonesia,
Malaysia dan Amerika. Tema seminar tersebut membahas tentang bagaimana
pendidikan menyikapi perubahan zaman yang ditandai dengan adanya revolusi
industri 4.0. Para narasumber menyampaikan materi dengan cara mereka
masing-masing.
Ada yang menarik pada hari kedua, materi disampaikan
oleh seorang Profesor dari UIN Syarif Hidayatullah. Dia adalah seorang Guru Besar
dengan keahlian psikologi. Sehingga tidak heran ia bisa mengambil hati para
peserta lewat materi dan cara penyampaianya yang komunikatif membuat peserta
antusias dan aktif.
Beliau sangat inspirator, kengapa tidak, gelar Profesornya
diraih pada umur 39 tahun. Dengan wajahnya yang terlihat masih muda, tampan dan
cerdas membuat kaum hawa yang hadir pada saat itu terkesima. Ada yang menarik
ketika ia menyampaikan materi. Tiba-tiba Profesor tersebut meminta salah
seorang mahasiswa mengeluarkan uang seratus ribu, lalu menghampiri ke depan dan
memberikan uang itu kepadanya. Uang tersebut diremuk-remuk lalu dilempar
sedikit jauh dari tempat dimana ia dan mahasiswa itu berdiri. Setelah itu Profesor
tersebut merogoh sakunya dan mengeluarkan dompet dan mengambil uang lima puluh
ribu rupiah. Uang lima puluh ribu tersebut sama sekali tidak dirusak namun
ditaruhnya di atas meja pas di depan mereka bediri dalam kondisi rapi dan bagus.
Selanjutnya ia meminta mahasiswa yang berdiri bersamanya untuk memilih uang
mana yangn diambil, apakah uang lima puluh ribu yang masih terlihat bagus dan
posisinya dekat di tas meja namun nilai nominalnya rendah atau uang seratus
ribu yang sudah tidak berbentuk remuk dan posisinya jauh dari tempat mereka
berdiri namun nominalnya lebih besar dari uang lima puluh ribu rupiah. Ternyata
alhasil mahasiswa tersebut memilih mengambil uang seratus ribu yang sudah tak
berbentuk dan jauh dari posisinya dari tempat ia berdiri.
Para peserta mulai terlihat ada yang kebingungan apa
sebenarnya yang hendak disampaikan oleh Profesor tersebut dan ada juga mulai
bisa menebak-nebak. Ternyata Profesor tersebut sedang mengajarkan arti nilai
yang melekat pada setiap manusia.
Setiap manusia memiliki akal dan dengan akal jugalah
membuat manusia menjadi terhormat di muka bumi. Dengan akal manusia bisa
memaksimalkan potensi diri dan akan bernilai ditengah-tengah masyarakat dan
lingkungan pekerjaan dimanapun ia berada. Dengan artian ketika nilai itu telah
dimiliki oleh seseorang maka dimanapun ia dicampakan bahkan ditempat yang
begitu jauh dan kumuh pasti akan dicari
orang. Bak mutiara yang terpendam di dalam lumpur ia akan bersinar memancarkan
cahayanya.
Analogi di atas mengajarkan kita tentang dua hal,
pertama menjadi manusia yang bernilai dan yang kedua, untuk terlihat bernilai
maka jangan tertipu oleh tampilan dari luar saja. Karena sesuatu yang terlihat
sekilas begitu indah belum tentu itu indah dan bernilai.
Semoga
bermanfaat.
Jambi, 30
November 2019
No comments
Post a Comment