GORESAN CINTA PENA 22 : EMPAT FASE DALAM MENULIS
Oleh
Khairul
Azan
(Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
Menulis adalah pekerjaan yang dipandang mudah bagi
sebahagian orang dan begitu juga sebaliknya. Kemampuan menulis menurut saya
secara pribadi terbagi atas empat fase yang harus dilalui. Pertama, fase berdarah-darah bagi
seorang penulis. Berdarah dalam hal ini bukanlah dalam artian kita terluka dan
mengeluarkan darah tetapi mengarah pada proses perjuangan untuk menelurkan ide
dalam bentuk tulisan. Kita dihadapkan dengan kebingungan dalam memulai dan
merangkai kata. Apa yang harus kita tulis dan bagaimana kita menuliskannya. Itu
semua akan kita hadapi sebagai penulis pemula. Tapi jangan kawatir menulislah
dan paksakan diri untuk lebih banyak membaca. Karena dengan membaca kita akan
menemukan pola bagaimana seharusnya kita menuliskan sebuah ide dan merangkainya
dalam bait, paragraf sampailah pada sebuah halaman.
Kedua,
fase dimana motivasi dalam menulis melambung tingi. Ketika
fase pertama telah kita lalui maka lihatlah hasilnya. Kita mulai terbiasa untuk
menulis. Jalan yang selama ini buntu mulai terang. Ide yang selama ini beku
mulai mencair tak lagi menjadi batu dan kata-kata yang selama ini tak mampu
untuk dirangkai mulai terasa mengalir begitu saja karena fikiran, hati dan
jemari tak lagi bertikai. Pada fase ini bisa saya katakan dimanapun dan
kapanpun kita akan termotivasi untuk terus menulis. Meski lelah tetap kita akan
mencari celah bagaimana sebuah tulisan indah mewarnai dalam setiap kisah. Semua
itu terjadi karena motivasi ita sedang melambung tinggi.
Ketiga,
fase kejenuhan. Rasa jenuh pasti ada dalam setiap
pekerjaan yang kita lakukan termasuk salah satunya adalah menulis. Sehingga banyak
kita temukan yang dulunya rajin menulis tetapi saat ini mulai hilang
dipermukaan. Apa yang harus kita lakukan ketika fase ini terjadi. Apakah kita
harus mengikutinya atau ada cara lain yang bisa membantu kita. saran saya, jangan
ikuti dia. Karena ketika kita ikuti maka motivasimu selama ini sehingga kita
bisa sampai pada puncak tertinggi tidak akan berarti. Kita akan meluncur cepat
ke bawah dan sulit lagi untuk mendaki sampai puncak tertingi. Oleh karena itu
ada beberapa hal yang bisa memecahkan kejenuhan dalam menulis yaitu : 1)
kembali kepada tujuan di awal kita menulis. Apakah yang menjadi tujuan kita
menulis, apakah hanya sekedar ikut-ikutan atau itu adalah kebutuhan. Jika masih
ikut-ikutan segerahlah merubahnya untuk menjadi kebutuhan. Cintailah menulis
dengan sepenuh hati. Dengan cinta kita tidak akan berpaling dan akan tetap
setia. 2) Menulislah dengan ragam tulisan yang kita hasilkan. Cara ini sangat
ampuh untuk menghindari kejenuhan dalam menulis. Ragam tulisan mengarah pada
proses menulis yang bukan bertemakan tentang satu tema saja tetapi melainkan
banyak tema yang bisa diangkat untuk ditulis. Bisa yang bersifat tulisan berat
atau tulisan ringan. Sehingga tidak ada celah untuk tidak menulis. Jika kita
sedang selera untuk menulis tulisan berat maka tulislah, jika selera untuk
menulis tulisan ringan maka juga tulislah. Inilah alasannya jika teman-taman
yang rajin membaca tulisan saya akan melihat bahwa tulisan yang saya hasilkan
setiap harinya akan berbeda tema dengan tulisan sebelumnya. Karena menulis itu
seperti tulisan saya sebelumnya adalah bagaikan kebutuhan makan dengan menu
berbeda setiap harinya.
Keempat,
fase normal. Ketika ketiga fase di atas telah
dilalui maka kita akan menemukan jadi diri. Jati diri sebagai seorang penulis. Kita
akan berada pada kondisi normal yang tak terombang ambing oleh kebingungan,
motivasi yang hilang atau kejenuhan yang membunuh kebiasaan kita untuk terus
menulis. Itu semua karena kita telah menemukan pola.
Ayo
menulis.....................
Bengkalis, 11 Juli 2018
*Sumber gambar: Google
No comments
Post a Comment