GORESAN CINTA PENA 19 : DOSEN MENULIS DAN HUBUNGANNYA DENGAN TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI
Oleh
Khairul
Azan
(Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
Bagi seorang dosen seharusnya menulis bukan lagi
menjadi sesuatu yang langka justru itu adalah hal yang sudah biasa. Mengapa demikian,
karena jika kita mencerna definisi dan tugas dosen itu pada dasarnya sangat
dekat sekali dengan dunia menulis. Sebagaimana yang dijelaskan dalam
Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005, dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Penjelasan di atas menegaskan bahwa dosen dalam menjalankan tugasnya selalu
diikat dengan tridharma yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Adanya tridharma tersebut bertujuan agar dosen sebagai pendidik dan
ilmuan betul-betul bisa berkontribusi besar dalam pembangunan bangsa yang lebih
maju. Kata transformasi dan pengembangan yang dimaksud mengarah pada pembaharuan
keilmuan dosen yang lebih ramah pada perubahan zaman yang terjadi. Sehingga
bisa dikatakan jika saat ini masih ada dosen yang tidak mampu mengikuti
perubahan zaman, apa yang diajarkan, apa yang difikirkan dan apa yang dilakukan
dari dulu hingga sekarang tidak ada perubahan maka dosen tersebut belumlah
menjalankan amanat Undang-Undang dengan sepenuhnya.
Transformasi dan pengembangan keilmuan dosen melalui ranah pendidikan terjadi
melului dua bentuk yaitu ketika dosen
mengajar dan ketika dosen melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih
tinggi. Ketika mengajar sebenarnya dosen juga sedang mentransformasikan dan
mengembangkan keilmuannya, dengan kata lain dosen juga sedang belajar. Mengapa demikian
karena bisa jadi mahasiswa yang diajar lebih pintar dari dosennya. Disinilah
sebenarnya proses belajar mengajar di perguruan tinggi lebih mengarah kepada
proses saling berbagi bukan menganggap dosen adalah orang yang serba tau sebagai
sumber ilmu sementara mahasiswanya hanya menerima dan menunggu. Adapun proses
transformasi dan pengembangan ilmu melalui lanjut studi bisa dilakukan dengan
cara kuliah lagi, dari S1 lanjut S2 dan dari S2 lanjut S3.
Tak hanya itu ketika dosen yang bersangkutan betul-betul ingin
mentransformasikan dan mengembangkan ilmunya secara totalitas maka ia harus
dekat dengan yang namanya penelitian. Penelitian yang dilakukan akan membuat
keilmuan yang dimiliki lebih update
dengan kebutuhan dan perubahan yang terjadi. Bisa jadi apa yang difikirkan dan
dipahami saat ini dengan dasar referensi sepuluh tahun yang lalu saat ini itu
tidak relevan lagi. Disamping itu dengan adanya penelitian yang secara intens
(terus-menerus) dari para dosen juga akan berdampak pada proses belajar
mengajar yang tidak hanya berbasis kata namun juga kepada data.
Nah yang terakhir adalah kebermanfaatan ilmu yang dimiliki para dosen bagi
masyarakat luas. Ilmu yang dimiliki hendaknya disebarluaskan. Menyebarluaskan ilmu
tidak hanya dilakukan dengan cara lisan (langsung) ketika kita mengajar dikelas
atau dalam seminar-seminar tetapi juga bisa dilakukan dengan cara tidak
langsung yaitu berupa tulisan dari buah fikiran kita. Tulisan bisa berupa
jurnal, buku dan sejenisnya. Tulisan yang dihasilkan oleh dosen bisa berumur
panjang, ia bisa dipelajari, diingat dan dibuka kebali. Berbeda dengan lisan
yang selalu kita gunakan dalam menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Lisan lebih
cendrung dibatasi oleh ruang lingkup dan waktu, ia bisa hilang karena kita lupa.
Tetapi tidak begitu dengan tulisan yang kita hasilkan, dengan kata lain bisa
dikatakan bahwa menulis adalah cara terbaik untuk mewariskan ilmu. Dengan pemahaman
inilah sehingga ada yang mengatakan bahwa seharusnya dosen itu tidak lama duduk
di perpustakaan untuk membaca tetapi seharusnya ia lebih banyak mengisi
perpustakaan dengan karya tulisnya.
Ayo
menulis.....................
Bandung, 8 Mei 2018
*Sumber gambar: Google
No comments
Post a Comment