JEJAK SANG MAHASISWA 11 : SEMANGAT KULIAH
Oleh
Khairul
Azan
(Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
Semester satupun berlangsung. Tugas-tugas kuliah
mulai menghampiri yang membebani fikiran untuk segera diselesaikan. Memang di
awal terasa berat karena sebagian besar referensi yang digunakan adalah
buku-buku berbahasa Inggris dan itu menjadi kendala tersendiri bagi mahasiswa
seperti saya yang masih lemah dalam penguasaan
bahasa asing. Apalagi buku-buku luar itu pada umumnya menggunakan tingkat
bahasa yang agak sulit untuk dipahami alias tingkat bahasanya lebih tinggi.
Namun muncul fikiran bahwa saya bisa. Semuanya bisa dipelajari selagi kita mau
belajar. Inilah gunanya kuliah, jika sudah pintar tidak perlu kuliah. Pikiran
inilah secara spontan muncul dalam benak yang membuat semangat kuliah menjadi
memuncak. Bangun pagi-pagi dengan pakain rapi dan sepatu mengkilat siap untuk
berangkat. Berangkat ke kampus untuk mencari secercah ilmu dalam mengembangkan
potensi diri.
Tidak ada sepeda atau
sepeda motor apalagi mobil sebagai kendaraan pribadi yang mengantarkan saya
untuk bisa sampai ke kampus layaknya mahasiswa berada. Hal ini memang mengingat
jarak antara kos dan kampus tidaklah begitu jauh yang bisa di tempuh dengan
jalan kaki meski sedikit berkeringat ya itu sudah biasa. Saya tinggal tidak
jauh dari pesantren Daarut Tauhid yang dipimpin oleh Aa Gym yang menjadi
panutan masyarakat Jawa Barat umumnya dan khususnya bagi masyarakat yang berada
di daerah Geger Kalong sebagai tempat berdirinya pesantren tersebut. Alasan
lain mengapa tidak ada kendaraan pribadi sekali lagi juga disebabkan masalah
keuangan yang tidak memungkinkan. Sebisa mungkin harus betul-betul berhemat
agar kuliah tak putus di tengah jalan.
Saling bergegas inilah
yang kami lakukan. Bukan saya sendiri yang jalan kaki pada saat itu justru
banyak sekali. Rentang pukul 06.30 pagi sampai
pukul 08.00 adalah waktu padat yang mengisi jalanan kecil Geger Kalong. Bagi
yang menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat maka siap-siaplah untuk
bermacet ria. Ada keseruan tersendiri ketika sama-sama semangat untuk berangkat
ke kampus dengan berjalan kaki di tengah kemacetan. Ada yang berlari karena
takut terlambat ada juga yang santai karena jam kuliahnya masih lama. Apalagi
ketika sudah masuk areal kampus. Di bahwah pepohonan mahoni yang tumbuh besar
menghiasi lingkungan kampus terdapat semangat dari para generasi muda yang
berlomba-lomba mengejar waktu. Di dalam areal kampus kami saling berbaur mulai
dari anak-anak kecil pada jenjang PAUD, SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa S1, S2,
dan S3. Ini terjadi mengingat UPI adalah salah satu kampus yang mengadopsi
sistem integrasi ilmu sehingga tidak ada sekat yang menjadi pembeda. Disamping
itu UPI juga memiliki sekolah-sekolah yang menjadi percontohan (Lab School) dalam mengamplikasi ilmu
pengetahuan seperti yang disebutkan di atas. Sehingga dengan hadirnya Lab School tersebut diharakan penguasaan
ilmu bukan hanya dari sisi teoritis saja namun juga diperkuat dengan sisi
empirisnya.
Di kelas saya adalah
mahasiswa paling rapi. Banyak teman yang mengapreasiasi dan ada juga mengejek
karena penampilan saya sudah seperti dosen saja. Tapi itu tidak jadi masalah.
Karena hidup dengan cara sendiri (be your self) itu lebih baik ketimbang kita
ikut-ikutan gaya orang lain tetapi kita tidak nyaman. Prinsip inilah yang
selalu saya pegang dan mengapa harus
rapi karena disamping faktor kenyamanan itu juga disebabkan karena saya merasa
penampilan itu perlu diperhatikan apalagi bagi calon pendidik yang menjadi
artis de depan kelas. Agar anak didik merasa nyaman maka kesan yang enak
dilihat harus ditunjukkan oleh para pendidik salah satunya “penampilan” dan itu
dimulai dari kebiasaan. Sehingga dari penampilan yang rapi itu juga saya
ditunjuk oleh teman-teman untuk menjadi ketua kelas.
Pada semester satu saya
belum ada aktivitas lain kecuali berangkat kekampus, mengerjakan tugas dan
aktif berorganisasi. Perpustakaan dengan lantai 4 yang disediakan kampus
manjadi saksi bisu tempat kami bediskusi. Perpustakaan ini dibuka hingga malam
hari, sehingga waktu untuk mengerjakan tugas lebih leluasa. Apalagi
referensi yang disediakan bisa dikatakan
lengkap, mulai dari buku hingga jurnal
baik nasional maupun internasional juga disediakan dalam bentuk E-Journal. Tidak
hanya itu ketika lapar kita tidak perlu keluar untuk mencari makan cukup kita
ke Cafetaria yang ada di dalam gedung perpustakaan. Inilah sebabkan mengapa
perpustakaan menjadi tempat yang nyaman bagi kami untuk menambah ilmu dengan
membaca, menulis dan rutinitas sejenisnya.
Semester satu inilah yang
saya jalani. Walaupun tidak ada perkuliahan saya memilih untuk berangkat ke
kampus. Berdiskusi dengan teman-teman, mengunjungi perpustakaan untuk membaca
merupakan bagian yang tak terhelakkan setiap harinya. Sehingga tidak heran saya
mulai dikenal oleh orang-orang di kampus. Mulai dari ketua prodi, dosen,
mahasiswa, tenaga kebersihan hingga ibu-ibu kantin sekalipun. Pernah ada muncul
statement dari salah satu teman di kelas yang mengatakan saya sebagai artis
kampus. Terkenalnya saya di kampus sebenarnya bukan karena kepintaran yang dimiliki
melainkan karena barangkali seringnya saya ke kampus membuat orang mulai
mengenali. Hari saya juga yang dilihat, esok juga seperti itu dan seterusnya.
Ada asalan mengapa saya
rajin ke kampus. Alasan tersebut di dorong mengingat saya adalah anak perantau
yang ingin tumbuh besar di negeri orang. Saya tau bagi sebagian orang untuk
bisa kuliah di Bandung itu adalah sesuatu yang biasa dan mudah. Apalagi bagi
orang yang berduit. Tapi bagi saya semua itu tidak mudah. Butuh perjuangan
untuk bisa sampai kesana. Mulai dari masalah ekonomi hingga urusan hubungan
keluarga. Ya, begitulah adanya. Sehingga ketika Tuhan memberikan peluang kapada
saya maka memanfaatkan peluang adalah harga mati. Oleh karena itu sebagai
mahasiswa yang jauh dari rantau maka peluang kuliah yang diberikan betul-betul
dimanfaatkan untuk menimba ilmu. Menimba ilmu tidak akan maksimal ketika kita
berharap hanya pembelajaran di kelas saja atau berdiam diri di kamar kos dengan
tidur-tiduran melainkan kita harus mencarinya. Inilah ciri-ciri dari mahasiswa.
Mahasiswa haus akan informasi, tetapi informasi tidak akan datang ketika kita
berdiam diri.
Bersambung......
Semoga
bermanfaat.
Bengkalis, 14
April 2018
*Sumber gambar:
Google
No comments
Post a Comment