JEJAK SANG MAHASISWA 9 : MENAPAKI JALAN YANG LEBIH TERJANG
Oleh
Khairul
Azan
(Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
Ini adalah
awal dimana aku harus benar-benar terbang jauh melintasi langit sumatra. Dengan
uang seadanya akupun berangkat ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan. Awalnya
orang tuaku tidak mengizinkan karena kondisi keuangan yang betul-betul
memprihatinkan. Namun aku mencoba meyakinkan orang tua bahwa nanti pasti ada
jalan ketika kita mau berusaha. Pada saat itu belumlah ada beasiswa khusus
program studi yang diambil, sehingga mau tidak mau harus menggunakan dana
pribadi untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Meski di awal
tidak setuju namun karena penjelasan dan tekad yang kuat akhirnya orang tua
melepasku untuk melanjutkan pendidikan di Tanah Jawa.
Karena sama
sekali belum pernah ke Bandung, maka sebelum berangkat terlebih dahulu aku mencari
kenalan orang Riau yang ada di Bandung melalui teman-teman di kampus S1 dulu. Ini
dilakukan dengan tujuan agar setibanya di Bandung tidak terlonta-lonta karena
tidak pernah kesana, disamping itu dengan adanya teman kenalan tersebut
berharap bisa numpang nginap sementara selama mengikuti tes program
pascasarjana. Ya, inilah yang dilakukan demi mencukupkan uang yang dibawa. Sehingga
perlu berhemat agar cita-cita untuk bisa kuliah di Bandung tidak sia-sia.
Singkat cerita
setelah mencari, aku mendapatkan nomor kontak dari seniorku pada saat itu. Ia menyuruhku
untuk menghubungi nomor yang diberikan ketika sesampainya di Bandung nanti. Akhirnya
sesampainya di Bandung akupun menghubungi nomor yang dimaksud. Alhamdullah ternyata
sang pemilik kontak itu sangat baik sekali. Ia mengizinkanku untuk tinggal
sementara di tempatnya. Ia adalah bang Riki yang sekarang telah menjadi orang
berjaya di Pekanbaru, disamping dosen ia juga menjabat sebagai Pembantu Dekan
III di salah satu perguruan tinggi ternama di Pekanbaru. Bang Riki adalah
mahasiswa S2 Bilogi di kampus yang menjadi impianku, kampus itu adalah Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) yang sering diplesetkan sebagian orang dengan sebutan
Universitas Padahal IKIP. Memang UPI adalah perubahan dari IKIP dan kebanyakan
orang lebih mengenal IKIP bukan UPI, dan seringkali orang menyangka UPI adalah
kampus swasta, karena memang dari 13 mantan IKIP hanya UPI Bandung yang tidak
memberikan embel-embel negeri pada nama perguruan tingginya.
Akhirnya aku
mendapatkan tumpangan juga, dalam benakku telintas sejenak ketika telah sampai
dikos-kosan bang Riki. Pada saat itu dia berdua sekamar. Teman sekamar bang
Riki tidak kalah baik dengannya. Namanya Bang Idris yang sekarang juga sudah
menjadi dosen di salah satu perguruan Tinggi terkenal di Pekanbaru. Alhamdulillah
pada saat itu rasa Syukur yang tak terhingga kepada Tuhan penguasa alam semesta
yang telah memberikan fasilitas melalui perantara bang Riki yang berbaik hati. Setelah
beristirahat semalaman, keesokan harinya akupun ikut tes di Kampus UPI. Kalau gak
salah pada saat itu tesnya di lantai 5 gedung pascasarjana. Tes yang ku ikuti
saat itu berbeda dengan tes yang kulakukan waktu S1 dulu. Mulai tingkat
kesulitasn soal yang lebih tinggi dan teman-teman yag ikut juga tidak lagi muda
belia seperti 4 tahun yang lalu. Mereka berasal dari berbagai penjuru negeri
dengan latar belakang pekerjaan dan pengalaman yang luar biasa. Sementara aku
hanyalah anak ingusan yang belum tau apa-apa tetapi ingin menjadi apa-apa.
Seusainya tes
akupun kembali ke kos. Tapi ada semacam tidak percaya bahwa nanti aku bisa
lulus. Karena jawaban yang ku isi dari soal yang diberikan memang tidak
maksimal. Tapi apalah daya semua tidak lagi bisa dirubah. Yang bisa dilakukan
hanyalah berdo’a dan berdo’a semoga Tuhan mengijabah. Setelah beberapa hari di Bandung
akupun kembali ke daerah. Kurang lebih satu bulan menunggu. Satu bulan adalah
waktu yang lama untuk menunggu apakah aku lulus atau tidak. Satu bulan tersebut
memang masa-masa yang sangat membimbangkan dan penasaran. Karena aku tidak mau
mengecewakan orang tua yang sudah berjuang mencari uang demi anaknya bisa
sekolah. Tambah lagi usaha kakak ku yang rela menjual HP nya demi aku bisa
kuliah. Ya, itu semua masih ku ingat.
Alhamdullah
setelah satu bulan menunggu, akhirnya aku mendapatkan kabar dari kantor Desa
bahwa ada surat masuk yang ditujukan kepadaku dan meminta untuk mengambilnya. Surat
itu berasal dari kampus UPI. Dalam benakku “pasti ini adalah pemberitahuan
kelulusanku”. Akhirnya dengan semangat akupun mengambil surat tersebut dan sesampainya
di rumah akupun membukanya yang disaksikan oleh ibu, ayah dan kakakku. Tuhan
punya kuasa dimana kita berusaha pasti Ia akan memberinya. Ya, ternyata
ketakutanku selama ini terbantahkan dengan sebuah surat pemberitahuan bahwa aku
diterima untuk melanjutkan pendidikan di UPI. Ya, aku sekarang sudah sah menjadi
mahasiswa UPI dalam benakku spontan muncul. Mata berbinar ditunjukkan oleh
keluargaku atas kelulusan anaknya. Aku adalah anak satu-satunya dan pertama di
desa yang melanjutkan pendidikan hingga S2.
Bersambung......
Semoga
bermanfaat.
Bengkalis, 5
Maret 2018
*Sumber
gambar: Google
No comments
Post a Comment