JEJAK SANG MAHASISWA 2 : AWAL KULIAH
Oleh
Khairul
Azan
(Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
Setelah dinyatakan
lulus tes masuk perguruan tinggi maka aku sudah layak menyandang status sebagai
mahasiswa. Semua administrasi diurus agar bisa mengikuti perkuliahan perdana. Sebelum
mengikuti proses perkuliahan maka seperti kampus-kampus lain pada umumnya aku dan
teman-teman diwajibkan mengikuti serangkaian masa orientasi agar tidak merasa
kaget dengan lingkungan baru yang dialami. Mulai dari perkenalan tentang
fasilitas kampus, kakak senior, dosen, hingga materi singkat tentang keilmuan
yang akan ditekuni yang disampaikan oleh para dosen yang sangat mempuni. Ya, inilah duia kampus dalam benakku muncul
tiba-tiba. Jauh dari orang tua yang selama ini setia mendampingi. Meski demikian
aku tidak merasa terlalu sedih karena teman-teman baru yang mulai ku kenali,
ada dari kabupaten-kabupaten tetangga dalam provinsi dan ada juga dari luar
provinsi.
Aku mengambil
kos-kosan tidak jauh dari kampus. Alasan memilih tempat tinggal yang dekat dengan
lingkungan kampus bertujuan agar menghemat biaya transportasi. Sehingga tidak
perlu menggunakan kendaraan seperti sepeda motor atau naik angkot untuk bisa sampai
ke kampus tapi cukup dengan jalan kaki saja. Bangun pagi-pagi membuat semangat
diri untuk mencari secercah ilmu sebagai bekal kesuksesan dikemudian hari. Karena
aku sadar bahwa, meski pendidikan itu tidak menjamin kesuksesan namun dengan
pendidikan kita bisa memaksimalkan fungi otak untuk berfikir kearah positif. Itu
artinya orang yang terdidik selangkah lebih maju dari pada orang yang tidak
terdidik.
Setibanya di
kampus dan masuk keruangan kelas, tatapan penuh cita-cita dari teman-teman baru
menambah semangat diri. Ada mbak lilis, puji, ahmad, ihkwan, ika, hambali,
prayitno, syukuron, efrizal, solihin, agus, mansur, zatin, riri, dewi, nurmayeni, rozita, dan lain-lain. Mereka datang dari berbagai daerah
demi satu kata yaitu “cita-cita”. Kuliahpun dimulai. Aku duduk paling belakang.
Sebelum materi disampaikan maka dosen meminta kami untuk memperkenalkan diri
dan dilanjutkan dengan kontrak perkuliahan. Kelompok tugaspun dibagi. Masing-masing
kelompok terdiri dari empat orang. Setiap kelompok diwajibkan membuat satu makalah
sesuai tema yang telah ditentukan dan ketika tiba gilirannya harus
dipresentasikan. Begitu juga dengan dosen lainnya ketika masuk ke kelasku. Singkat
cerita perkuliahan hari itupun diakhiri pada sore harinya. Kami pulang kekos
masing-masing dengan segudang tugas makalah yang harus diselesaikan. Jika dulu
ketika di kampung aku sibuk bekerja dan sekolah maka saat ini sepertinya harus
fokus kuliah saja. Itulah pesan orang tuaku, aku tidak diperbolehkan untuk
kerja karena harus betul maksimal dalam mengikuti perkuliahan.
Ada sesuatu
yang membuatku merasa lucu ketika mengingatnya disaat aku ingin mengerjakan tugas
makalah. Makalah yang dibuat bukan dengan tulis tangan tapi harus diketik
melalui komputer. Sementara aku sama sekali tidak bisa menggunakan komputer. Karena
memang sewaktu sekolah mulai dari MTs hingga MA dulu tidak pernah menyentuh
yang namanya komputer itu seperti apa. Ini terjadi karena sekolahku memang
sangat sederhana dan jauh dari teknologi. Listrik saja belum ada. Sehingga kami
belajar komputer hanya tau namanya saja melaui modul yang dijarkan oleh guru
TIK.
Sehingga mau
tidak mau aku harus belajar lagi supaya bisa mengerjakan tugas. Bisa saja
diberikan kepada tukang ketik agar tugasku bisa diketik. Tapi tidak bagiku. Harus
ku kerjakan sendiri. Ini semua demi menghemat biaya. Karena jika diberikan
kepada pengetik tentunya mengeluarkan uang lagi, sementara keuanganku
pas-pasan. Nah kebetulan di depan kos-kosanku ada semacam ruko yang berisikan komputer
dan aku menganggap itu adalah tempat kursus komputer seperti yang ada di daerah
kecamatanku. Pergilah aku ke ruko tersebut dan bertanya ingin kursus komputer
kepada sang pemilik. Tapi sang pemilik malah tertawa dan berkata “dek ini bukan
kursus komputer tapi rental komputer”. Wah, rasa malu menggeluti diri, karena
terlalu terlihat begitu kampungan dan sang pemilik juga tidak mau mengajari. Akupun
kembali kekos. Lalu berfikir bagaimana caranya aku bisa belajar. Alhamdulillah ternyata
kakak satu kos-kosan ada yang sangat mahir dalam menggunakan komputer, aku
memanggilnya “Bang Misri”. Akupun ikut dengannya kerental komputer untuk
belajar sambil ia mengerjakan tugasnya. Aku disuruh menggunakan komputer
disampingnya lalu mengajarkan tentang bagian komputer yang harus dipahami
fungsinya. Mulai malam itu tidak perlu lama mempelajari akupun mulai
memberanikan diri untuk mulai mengetik. Meski tidak selancar kakak kos yang
mengajariku tapi itu adalah awal aku mengenali teknologi yaitu “komputer”. Inilah
bukti bahwa disaat kita punya keberanian maka disitu juga ada jalan untuk
meluluskan. Disaat kita berani mencoba disitulah ada hasil yang tak akan sia.
Sehingga berkat
kakak kos itulah aku bisa menggunakan komputer. Mulai saat itu akupun berkutik
dengan yang namannya berangkat ke kampus, mengerjakan makalah dan lain-lain. Sehingga
muncul rasa begitu bosan yang sangat
tinggi. Aku merasakan hidup di Pekanbaru seperti penjara. Ingin rasanya
pulang kampung dan bertemu orang tua kembali. Tapi tiba-tiba aku teringat
dengan cita-citaku ingin menjadi orang sukses ketika aku memilih untuk kuliah
dulu. Sehingga itu menjadi penguat diri agar terus melangkah dan jangan lekas menyerah.
Fikiran “ini adalah ujian agar aku bisa sukses” selalu membayangi diri.
Semoga
bermanfaat.
Bengkalis, 16
Februari 2018
*Sumber
gambar: Google
No comments
Post a Comment