BIARKAN AKU YANG MENULIS DAN BIARKAN ORANG LAIN YANG MENILAI SETELAH MEMBACANYA
Oleh
Khairul
Azan
(Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
Salah satu kebiasaanku dipagi hari menjelang
berangkat kekantor adalah membuka facebook
dari handphone jadul yang ku miliki. Tujuan membukanya antara lain adalah untuk
mencari informasi dan semangat untuk berbagi dipagi hari dengan quote-qoute
yang kubuat untuk menambah motivasi diri. Tapi ada sesuatu yang berbeda membuatku
terharu sekaligus bahagia pada hari ini Sabtu 30 Desember 2017 yang tidak sama
dengan hari-hari sebelumnya. Apa itu? facebook
ku ditaburi semangat literasi dari teman-teman lainnya. Ada yang ingin membuat
semacam perkumpulan kecil tentang menulis, berani menulis quote sederhana tapi
penuh makna, hingga memunculkan mutiara dalam sebuah karya tulis yaitu buku
yang dipajangnya.
Menurutku ini adalah
sesuatu yang luar biasa. Apakah dengan bermunculannya semangat dari teman-teman
tersebut pertanda bahwa mereka sedang menyusun resolusi hidup ditahun baru 2018
nantinya atau ada tujuan lain yang aku tidak tahu. Tapi paling tidak dari
semangat dan karya yang mereka hasilkan, bagiku ini adalah semangat baru yang
menunjukkan bahwa semua orang bisa menulis tanpa didahului dengan seribu
alasan.
Ayo menulis, dengan menulis
kita bebas berimajinasi dan berkreasi. Disamping itu dengan menulis juga
membuat hari lebih indah dan penuh makna. Menulis itu mudah ketika kita mau menulis dan
tau strateginya. Barangkali ini adalah kalimat yang sering ku ulangi dalam
setiap tulisan tentang menulis yang ku buat. Tapi itu benar adanya. Menulis itu
akan terasa mudah ketika kita mau memulainya. Namun akan terasa berat ketika
keinginan menulis tak pernah diwujudkan dalam dunia nyata.
Banyak strategi bagaimana
kita bisa menjadi penulis. Dari tidak ada menjadi ada. Dari tidak mampu menjadi
mampu. Dari tidak bisa menjadi bisa. Salah satu strategi dalam menulis yaitu
seperti kalimat judul yang ku buat di
atas “biarkan aku yang menulis dan biarkan orang lain menilai setelah membacanya”.
Kalimat itu aku dapatkan ketika berdiskusi dengan salah seorang teman yang tak
pernah absen untuk menulis setiap harinya. Kalimat tersebut memberikan makna
bahwa menulis itu pada dasarnya perkara simpel yang semua orang bisa melakukannya.
Mengapa demikian karena menulis itu adalah berbicara lewat perantara tulisan
yang kita buat. Namanya berbicara maka semakin banyak kita bicara maka
seharusnya semakin banyak pulalah tulisan yang kita hasilkan. Tuliskan tentang
apa saja. Baik yang kita lihat, kita rasakan atau kita temukan dari apa yang dipelajari
sehingga bisa menjadi bahan dalam berbicara dan menulis.
Tetapi meski menulis itu
mudah namun seringkali bagi sebahagian orang menulis itu sangat sulit sekali
diwujudkan?. Apakah memang betul menulis itu butuh skil yang dibawa sejak
lahir?. Jawabannya “tidak”. Menulis itu bukan skil yang dibawa sejak lahir
namun skil yang diciptakan. Orang yang tidak mampu menulis salah satu penyebabnya
adalah karena terlalu takut apakah tulisan kita telah baik atau tidak. Keraguan
yang muncul membuat beban dikepala sehingga takut untuk menulis. Alhasil menulispun
tak pernah terjadi. Oleh karena itu rubahlah cara pandang kita jika ingin
menjadi penulis. Ini yang aku lakukan mengapa bisa menulis setiap hari.
Tuliskan semuanya agar
menjadi catatan sejarah. Tugas kita hanya menulis sedangkan untuk menilai dari
apa yang kita tulis serahkan kepada orang lain. Jangan fikirkan tulisan kita
sudah sempurna atau tidak tapi teruslah menulis. Biarkan orang lain menilai
ketika membacanya. Ketika ini dilakukan maka menulis tidak akan sulit lagi. Mengapa
demikian?. Karena fikiran kita tidak terbelenggu dalam ketakutan semu yang
membuat kita tak berani menuliskan sesuatu.
Semoga bermanfaat.
Bengkalis 30 Desember 2017
*Sumber gambar: Google
No comments
Post a Comment