WISUDA: PESAN TERSIRAT TENTANG SUBUAH TANGGUNG JAWAB
Oleh
Khairul
Azan
(Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
Mendekati akhir tahun seperti ini
merupakan momentum pelaksanaan wisuda yang digelar oleh masing-masing perguruan
tinggi. Salah satunya hari ini tanggal 7 November 2017 aku diutus oleh kampus
untuk menghadiri salah satu acara wisuda yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi tetangga ditempat aku mengabdi. Sengaja aku datang lebih awal karena
tidak terbiasa untuk datang terlambat apalagi kalau pintu sudah ditutup. Setelah
mengisi absen tamu undangan, perlahan saya diarahkan oleh panitia untuk duduk
di kursi yang telah disediakan.
Karena
datang terlalu pagi maka peserta wisuda yang ada di dalam ruanganpun masih
terbilang jari. Namun satu persatu masuk dan didampingi oleh sanak keluarga
atau famili. Mereka terlihat begitu bahagia dengan topi toga yang telah
terpasang di atas kepala. Semuanya mengingatkanku tentang catatan masa lalu
bahwa aku juga pernah berada pada posisi dia dan mereka. Mata berbinar terpancar
dari para wisudawan dan wisudawati. Mereka sibuk berfoto untuk mengabadikan
kenangan bahwa “aku telah wisuda”. Kebahagiaan mereka juga memberikan warna
bagiku tentang kebahagiaan saat itu.
Singkat certia
karena waktunya telah tiba maka prosesi wisudapun mulai digelar. Acara wisuda
dibuka dengan salam pembuka oleh MC dan dilanjutkan dengan rentetan acara
selanjutnya yang telah tersusun rapi. Acara wisudapun berjalan hidmat yang
penuh dengan kebahagiaan yang tersemat.
Timbul pertanyaan
apakah yang dimaksud wisuda?. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata “wisuda” memiliki arti peresmian atau pelantikan yang dilakukan
dengan khidmat. Istilah wisuda sering dikaitkan dengan suatu prosesi (ceremonial)
pelantikan mahasiswa yang telah menyelesaikan kuliahnya di sebuah universitas.
Berdasarkan
pengertiaan di atas dapat dipahami bahwa wisuda adalah prosesi pengukuhan status
dari mahasiswa menjadi alumni. Proses tersebut sarat dengan makna yang bukan
hanya sekedar seremonial tetapi ada
ikrar diri bahwa keilmuan yang diperoleh dibangku kuliah bisa
dipertanggungjawabkan sebagai kaum intelektual sejati. Mungkin sebagian
mahasiswa menganggap ketika telah diwisuda tanggungjawabnya sebagai pembelajar
yang mampu memberikan nilai positif dimasyarakat telah berakhir. Jawabannya “tidak”.
Justru sebaliknya tanggungjawab besar telah ada di depan mata. Gelar sarjana,
magister atau doktor yang diperoleh harus dipertanggungjawabkan ditengah
lingkungan masyarakat sebagai aplikasi apa yang telah dipelajari.
Ketika gelar
sarjana, magister atau doktor tidak bisa
dipertanggungjawabkan ditengah masyarakat maka bisa dikatakan gelar yang
diperoleh tak ubahnya hanya sebatas simbol yang tak bermakna. Prosesi wisuda
penuh dengan makna yang tersirat tentang
hakikat sebuah tanggungjawab bagi mahasiswa yang telah tamat. Pemindahan tali
kucir yang ada di atas topi toga menandakan adanya perubahan paradigma dari
manusia tak berilmu menjadi manusia yang bermartabat karena ilmu yang
dipelajarinya membimbing diri untuk menjadi manusia yang bermanfaat.
Disamping
itu ciri mahasiwa yang diwisuda punya potensi, ketika ia bisa menghadirkan
sesuatu perubahan bagi lingkungannya dan bernilai posisif. Semua orang rindu
kehadirannya bukan malah sebaliknya sebagai sampah masyarakat yang tak
dirindukan. Mahasiswa yang berpotensi tinggi akan kreatifitas. Apa yang tak
terpikirkan oleh orang lain secara umum maka ia bisa membuat susatu yang tidak
berguna menjadi lebih bermanfaat.
Oleh karena
itu. Mari menjadi agen perubahan bagi orang lain dan diri sendiri. Mulailah dari
sekarang untuk menebarkan energi positif bagi orang. Kukuhkan semangat dan
azamkan dalam diri aku akan jadi manusia
yang bermanfaat.
Salam wisuda
bagi para wisudawan dan wisudawati dimanapun berada.
Semoga
bermanfaat.
Bengkalis,
5 November 2017
*Sumber
gambar: Google
No comments
Post a Comment