JANGAN MENGELUH : CARA MENEMUKAN KEBAHAGIAAN DIRI
Oleh
Khairul
Azan
(Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
“Tersenyumlah disaat engkau dalam
masalah dan Menangislah disaat engkau berada dalam kesenangan duniawi”.
Hidup itu
sederhana dan kebahagiaan diri juga sederhana. Hanya saja kita sendirilah yang membuat
hidup seakan terasa berat dan bahagia seolah-olah tak pernah dirasakan dan
dekat. Banyak perpektif dalam memandang sebuah kebahagiaan. Kebahagian bisa
diciptakan ketika kita punya cara pandang yang positif dalam memaknai
kehidupan. Kehidupan mengalir bagaikan air sungai yang memberikan kesejukan
pada semua makhluk ciptaan Tuhan.
Seringakali
rasa syukur yang tak pernah terucap dan ada di dalam diri sebagai kata kunci
rusaknya kebahagian sejati. Rasa syukur akan mengarah pada rasa cukup tentang
apa yang didapatkan. Tetapi bukan berarti lekas puas tanpa mau berusaha keras
untuk menjemput nikmat Tuhan. Rasa cukup disini adalah tidak mengeluh dengan
sebuah keterbatasan melainkan tetap menerima tentang nikmat yang Tuhan berikan
dan tetap berupaya bisa mengahadirkan yang terbaik dan terbaik lagi.
Saya dulu
pernah berkunjung kesalah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Denpasar Bali. Kabupaten
tersebut merupakan salah satu Kabupaten dengan Penghasilan Asli Daerahnya (PAD)
yang sangat minim. Bahkan bisa dikatakan Kabupaten tersebut merupakan Kabupaten
termiskin dibandingkan dengan Kabupaten lain yang ada di Provinsi Denpasar
Bali. Ya sebut saja Kabupaten tersebut bernama Jembrana Bali. Secara geografis
jika hendak berkunjung kesana melalui jalur tranportasi udara maka ia termasuk
Kabupaten terpinggir dari Bandara Ngurahrai Bali. Tetapi jika kita menggunakan
transportasi darat maka Kabupaten Jembrana Bali adalah Kabupaten pertama yang
kita lalui setelah menyebrang di Banyu Wangi.
Ada sesuatu
yang unik ketika mendengar nama Jembrana. Kabupaten ini menjadi salah satu
Kabupaten percontohan di Indonesia baik dari sisi birokrasi pemerintahan dan
mutu pendidikan disana. Peneliti baik dalam maupun luar negeri banyak melakukan
penelitian di Kabupaten ini. Kenapa bisa demikian, padahal kita tau sendiri PAD
nya kecil dan tentunya secara otomatis dalam hitungan kasar keuangan daerah
juga menipis. Dari mana mereka membangun
daerah sementara keuangan pusat juga tidaklah banyak di dapatkan karena ada
aturan otonomi daerah.
Ya kegelisahan
inilah yang membuat saya dan kawan-kawan tertantang untuk berkunjung kadaerah
tersebut. Singkat cerita sampailah kami di kabupaten Jembrana Bali. Sampai di
hotel lalu istirahat dan esok harinya kami berkunjung ke pusat pemerintahan Kabupaten
Jembrana Bali. Kedatangan kami disambut hangat oleh pemerintah daerah setempat.
Sehabisnya kami audiensi dengan pihak pemda kamipun pamit untuk melanjutkan
perjalanan mengunjugi sekolah-sekolah unggulan yang ada disana.
Karena saya
orang pendidikan ya tentunya saya bicara pendidikan. Sesampainya disekolah kami
kembali disambut hanya oleh kepala sekolah yang menjadi sekolah tujuan. Disana hadir
para guru, komite sekolah, dan unsur lain sebagai stakeholders pendidikan. Meskipun mereka disana rata-rata beragama
hindu namun hidup toleran menjadi moto utama kehidupan mereka. Bahkan ketua
komitenya adalah beragama Islam. Mereka saling bekerjasama untuk memajukan
pendidikan yang kita tau bahwa pendidikan merupakan kunci utama dalam menjalani
kehidupan.
Ada satu
hal yang membuat mataku terbuka dan hati terketuk setelah mendengar salah satu
ucapan kepala sekolah terkait dana pendidikan yang ku pertanyakan dalam
pertemuan singkat yang kami lakukan. Saya bertanya “apakah dengan PAD sedikit
dan tentunya berimbas pada pembiayaan yang serba terbatas tidak menghambat
peningkatan mutu pendidikan di Jembarana Bali?, apakah cukup dengan keuangan
yang minim?”. Lalu pertanyaanku dijawab
oleh kepala sekolah “Pak, cukup itu relatif. Ketika bapak punya motor dikatakan cukup maka
itu juga bisa dikatakan cukup, tetapi ketika Bapak punya mobil, baru dikatakan
cukup ya itu juga bisa dikatakan cukup”. Wah dari pernyataan tersebut
membuat aku terdiam sejenak memikirkan bahwa apa yang dikatakan oleh Bapak
tersebut benar sekali.
Semenjak dari
sana sampai saat ini perkataan Bapak Kepala Sekolah tersebut tak pernah pudar
dari benak. Apa makna yang bisa kita ambil dari pernyataan tersebut adalah
bahwa cukup itu adalah bagian dari rasa syukur. Ketika bersukur ada di dalam diri
maka kita tidak akan pernah berburuk sangka kepada Tuhan seolah-olah ia tidak
adi kepada kita. Rasa syukur perlu diwujudkan dalam bentuk rasa cukup yang
selalu ditanamkan. Rasa cukup itu relatif tergantung sudut pandang kita
masing-masing dalam memaknai cukup itu seperti apa.
Ketika rasa
cukup telah diinternalisasikan dalam diri maka kebahagian perlahan akan kita
temui, dan ingat ketika ingin bahagia sambutlah masalahmu dengan senyuman agar
masalahmu tidak bertentangan. Begitu juga sebaliknya ketika kita dihadapkan
dengan kesenangan maka jangan semerta-merta lupa bahwa itu adalah ujian. Jangan
mengeluh dengan keterbatasan tapi berupayalah merubah keterbatasan menjadi sebuah
kekuatan.
Inilah caraku
dalam memandang kebahagiaan. Jika dinilai selaras silahkan diterapkan jika
tidak maka buangklah jauh-jauh dari kehidupan.
Semoga
bermanfaat.
Bengkalis,
4 November 2017
*Sumber
gambar: Google
No comments
Post a Comment