KURIKULUM MUATAN LOKAL MEMPERKUAT JATI DIRI BANGSA
Oleh:
Khairul
Azan
(Dosen
STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
Lahirnya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Otonomi Daerah memberikan perubahan yang signifikan dalam segala sektor
kehidupan tak terkecuali dibidang pendidikan. Otonomi daerah menitik beratkan
pada pengelolaan pendidikan berbasis pada kebutuhan di bawah atau disebut desentralisasi,
bukan lagi sentralisasi.
Desentralisasi dibidang
pendidikan menuntut kebijakan berasal dari bawah ke atas atau dikenal dengan
sebutan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Menurut Rohiat (2008) Manajemen
Berbasis Sekolah dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan
otonomi (kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah),
memberikan fleksibilitas/ keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi
secara langsung dari warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan
masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), dan
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Merujuk kepada
penjelasan di atas, maka semangat otonomi daerah yang ditandai dengan adanya kebijakan
desentralisasi dibidang pendidikan memberikan ruang kepada daerah dan sekolah
dalam mengembangkan dan memajukan pendidikannya sediri sesuai kebutuhan dan
kekhasan yang dimiliki daerah masing-masing. Salah satu wujud dari otonomi
tersebut terlihat dengan adanya kurikulum muatan lokal di sekolah.
Kurikulum dengan basis muatan
lokal sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) merupakan
bahan kajian untuk membentuk pemahaman
peserta didik terhadap potensi daerah tempat tinggalnya. Lebih lanjut dalam pasal 77 N Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional dinyatakan
juga bahwa : 1) Muatan Lokal untuk setiap
satuan pendidikan berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal; 2) Muatan lokal
dikembangkan dan dilaksanakan pada setiap satuan pendidikan.
Dari penjelasan di atas
jelaslah bahwa otonomi pendidikan dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia karena seperti yang kita ketahui
berbicara mutu, Indonesia masih jauh berada di bawah negara-negara lainnya.
Disamping itu otonomi pendidikan juga bertujuan untuk memperkenalkan kepada
generasi bangsa khususnya siswa-siswi di sekolah sebagai agen perubahan tentang
keberagaman budaya, adat-istiadat, agama yang dimiliki bangsa Indonesia dalam
memperkuat jati diri bangsa sebagai bangsa yang berbudaya. Sebagaimana hasil
analisis kearifan lokal ditinjau dari keberagaman budaya yang dilakukan
Kemendikbud pada tahun 2016 mencatat Indonesia terdiri 6 agama (Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu) dan 250 etnis/suku/bahasa yang tersebar
diseluruh plosok nusantara.
Sehingga dengan diterapkannya
kurikulum lokal di tingkat sekolah para siswa/siswi mampu memahami nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya dan mampu menerapkan dalam kehidupan baik pada
waktu sekarang maupun dimasa mendatang. Disamping itu kurikulum muatan lokal juga
menjadi strategi dalam membendung rusaknya karakter bangsa yang ditandai dengan
mulai retaknya persatuan dan kesatuan sebagai bangsa yang multikultural. Lebih
jauh lagi kurikulum lokal juga menjadi filter generasi atas derasnya arus
globalisasi dengan munculnya gaya hidup modernisasi yang kebablasan.
*Sumber gambar : Google
No comments
Post a Comment