Selamat Datang di Laman Lentera Kehidupan

Selamat Datang di Laman Lentera Kehidupan

GURU DAHULU VS GURU SEKARANG : MERESAPI PROFESI GURU

Oleh:
Khairul Azan
(Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)

Lahirnya Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005 merupakan semangat baru bagi para guru dalam eksistensinya sebagai tugas mulia di mata masyarakat. Profesi guru bukan lagi dipandang sebagai pekerjaan buangan melainkan sesuatu yang diimpikan karena kesejahtaraannya yang kian meningkat dan pengakuan sebagai profesi yang bermartabat. Oleh karena itu tidak heran jika saat ini kita melihat begitu banyak mahasiswa baru yang mengambil bidang keguruan ketika ia melanjutkan pendididkannya ke perguruan tinggi sebagai karir di masa depan.

Tentunya secara kuantitas kondisi ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita yang berprofesi sebagai pendidik. Banyaknya peminat tersebut mengindikasikan bahwa menjadi guru adalah suatu pekerjaan yang layak untuk diperhitungkan. Namun secara kualitas hal ini menjadi dilema tersendiri bagi kita semua dalam menyikapi kondisi tersebut khususnya ketika membandingkan antara output guru dahulu dan sekarang. Karena jika kita lihat hasil didikan guru zaman dahulu meskipun mereka hanya berpendidikan paling tinggi hanya Diploma Tiga (D3) dan gaji guru dahulu tidaklah sama seperti sekarang (hanya untuk PNS) dan jumlahnya tidak terlalu banyak, namun ilmu dan hasil didikannya melekat di dalam diri kita.

Sementara itu, berbanding terbalik ketika kita melihat hasil didikan guru zaman sekarang yang belum begitu membanggakan meskipun secara kuantitas lebih banyak dan secara kompetensi tidak lagi diragukan dan bahkan banyak juga yang telah mendapatkan gelar Magister Pendidikan namun secara profesionalisme masih dipertanyakan. Apa sebetulnya yang salah ketika melirik guru zaman sekarang dan hasil yang diberikan?. Menurut hemat penulis untuk  menjawabannya barangkali kita bisa kembali kepada penjelasan  UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab III pasal 7 mengenai beberapa prinsip yang harus dipegang teguh oleh seorang guru diantaranya yaitu : a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;  b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;  d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;  e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;   f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;  h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa menjadi guru merupakan tanggungjawab besar dan harus diemban oleh orang yang betul-betul ahlinya serta didasarkan pada panggilan jiwa. Sehingga dengan panggilan jiwa serta prinsip-prinsip lain yang mengikatnya diharapkan seorang guru bisa meresapi profesi sebagai guru, mengimplementasikan serta menyadari sepenuhnya bahwa menjadi guru bukan semata-mata hanya ingin mendapatkan fasilitas dalam hal ini dicontohkan sertifikasi dan fasilitas lainnya namun betul-betul bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Oleh karena itu mengingat begitu berat dan banyaknya tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang guru salah satunya adalah panggilan jiwa yang harus diprioritaskan maka sebagai salah satu solusi terkait permasalahan seputar profesionalisme guru yang masih dipertanyakan dalam kesempatan ini kita harus mulai dari perguruan sebagai lembaga pencetak para sarjana keguruan. Perguruan tinggi tinggi khusus fakultas keguruan seharusnya lebih selektif dalam menerima mahasiswa baru. Seperti kuliah di dunia kedokteran tidaklah semudah kuliah di dunia keguruan, dimana semua orang bisa masuk. Harus melalui seleksi yang begitu ketat. Padahal jika dianalogikan tugas guru itu sejajar posisinya dengan seorang dokter bedah, dimana ketika tidak dilakukan secara profesional maka dampaknya juga fatal yaitu sama-sama berujung pada kematian. Hanya saja kematian yang dimaksud dalam hal ini tidaklah sama maknanya ketika itu terjadi dalam dunia kedokteran yaitu hilangnya nyawa seseorang melainkan mati disini dalam artian rusaknya karakter bangsa yang terlihat jauh kedepan. Seperti menanam labu yang bijinya kita semaikan pada suatu titik maka bisa dipastikan buahnya tidak akan muncul di posisi awal ketika kita menanam, namun akan jauh merambat kemana-mana. Begitulah dalam kita memaknai dampak hasil didikan guru pada peserta didik yang bersifat jangka panjang.

Dengan demikian selayaknyalah saat ini kita mulai membuka mata dan merubah paradigma bahwa jika ingin meningkatkan profesionalisme guru maka tidak cukup hanya sebatas pada pembenahan proses ketika ia telah menjadi seorang guru namun juga pada pembenahan dan perbaikan ketika ia masih kuliah di diperguruan tinggi sebagai bekal dihari kemudian dengan cara penerimaaan mahasiswa keguruan yang lebih selektif.


*Sumber gambar: Google

No comments

Powered by Blogger.