JEJAK SANG MAHASISWA 6 : SKRIPSI
Oleh
Khairul
Azan
(Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
Tanpa
terasa semester enampun kulalui. KKN dan PPL telah diikuti sekarang aku masuk
semester tujuh. Ini adalah semester penentuan apakah ingin cepat keluar dari
kampus atau sebaliknya. Pada semester tujuh ini tidak ada lagi mata kuliah yang
harus ku ambil. Ini berarti waktu untuk ke kampus sudah tidak seperti
sebelumnya yang tiap hari ke kampus melainkan lebih banyak di rumah.
Mengapa
dikatakan semester tujuh sebagai semester penentuan karena memang rata-rata
mahasiswa tamat itu semester delapan dan itu artinya satu semester lagi aku akan
selesai. Syarat untuk mendapatkan gelar sarjana adalah membuat skripsi sebagai
tugas akhir mahasiswa. Nah terkadang, disemester tujuh inilah mahasiswa lebih
cenderung terlena dengan waktu yang ada karena ia tidak lagi belajar di kelas
seperti biasa. Sehingga seringkali mengulur waktu yang menganggapnya masih
panjang. Padahal waktu terus berjalan yang ketika kita tidak memanejnya dengan
baik maka akan membuat waktu terbuang begitu saja dan skispsi yang sebagai
syarat utama seorang sarjana tidak akan pernah diselesaikan. Banyak seniorku
pada saat itu bahkan sudah menginjak semester empat belas namun skprisinya
tidak pernah tuntas, salah satu penyebabnya adalah terlena dengan waktu.
Inilah, mengapa semester tujuh itu disebut sebagai semester penentuan dimana
ketika kita memaksakan diri untuk mengerjakan skripsi maka semester delapanpun
akan bisa kita selesaikan.
Oleh karena
itu aku tidak mau seperti mereka. Sebagian seniorku begitu betah di kampus
karena skripsinya tak pernah disentuh sebagai syarat utama ia lulus. Semester
tujuh betul-betul kumanfaatkan untuk mengerjakan skripsi. Mulai dari membuat
sinopsis, proposal, menyeminarkannnya hingga sidang hasil penelitian. Dalam
prosesnya begitu banyak pelajaran yang diterima. Ini adalah masa-masa
perjuangan yang tak akan pernah terlupakan. Disiplin waktu ketika bertemu
dengan dosen pembimbing itu harus dilakukan. Menjaga hubungan baik dengan
pembimbing itu juga harus dilakukan. Karena aku masih ingat dengan pesan salah
seorang dosen di kampus ketika ia mengajar di kelasku “jika kalian ingin sukses dalam perkuliahan
maka kalian harus pinter-pinter”. Kalimat pinter-pinter disini bukanlah hanya
pada IQ saja melainkan juga pada aspek lainnya seperti yang tetuang dalam
konsep multiple intelegence, salah
satunya adalah kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain. Ya, apa yang
dasampaikan oleh dosenku tersebut benar sekali. Salah satu contohnya adalah
sulitnya teman-teman untuk mendapatkan ACC proposal penelitiannya karena ia
tidak mampu menjaga hubungan baik dengan dosen pembimbingnya.
Alhamdulillah
berkat cara pandang seperti itu akupun tidak menemukan kesulitan yang berarti
ketika mengerjakan skripsi. Bahkan aku siap menunggu berjam-jam demi satu
alasan yaitu “mendapatkan bimbingan dari dosen”. Ini kulakukan karena aku sadar
bahwa akulah yang butuh dengan dosen, bukan dosen yang butuh denganku. Oleh
karena itu aku harus ikut kemauan dosen.
Disamping
itu pelajaran lain yang kudapatkan pada saat itu adalah ketika membandingkan
antara laki-laki dan perempuan. Rata-rata yang cepat selesai skripsinya adalah
teman-teman perempuan. Akupun sering bertanya mengapa itu bisa terjadi, padahal
secara kemampuan tidaklah jauh berbeda, bahkan ada yang di bawah rata-rata.
Ternyata satu jawabannya, karena perempuan itu lebih tekun, ia tidak bosan
menemui pembimbingnya demi bimbingan agar skripsi yang dibuat cepat selesai.
Semoga
bermanfaat.
Bengkalis, 22
Februari 2018
*Sumber
gambar: Google
No comments
Post a Comment