INTELEKTUALNYA SEORANG AKADEMISI DIUJI DI TAHUN POLITIK
Oleh
Khairul Azan*
Entah apa
yang merasuki diri hari ini tergerak hati untuk menulis tentang topik ini. Barangkali
ini akibat kecanduan sosial media yang membuat kita begitu cepat mendapat
informasi atau berita. Saya termasuk pengguna sosial yang bisa dikategorikan
aktif. Bagi saya sosial media tidaklah sepenuhnya mengandung nilai negatif
tetapi sebaliknya juga begitu banyak nilai positif, tergantung pribadi
masing-masing dalam memahami dan menggunakanya. Sebagai contoh karena saya suka
menulis maka sosial media sebagai media tempat barbagi apa yang saya tulis.
Belakangan
ini Indonesia sedang masuk dalam suasana yang disebut tahun politik. Pada tahun
politik ini sepertinya hubungan antar manusia semakin memanas tambahlagi cahaya
mentari yang membuat bumi terasa begitu panas. Apakah ini teguran dari Tuhan
ataukah memang dunia ini sudah masuk usia senja dan semua energi semakin
terkuras dan manusia tak lagi mengenal kedamaian. Apalagi jika melihat sosial
media saat ini, sepertinya sosial media mulai dikuasai. Dikuasai golongan-golongan
tertentu untuk meluluskan dan menstimulus hasrat pribadi dan golongan tertentu.
Ini sungguh ironis. Barangkali pribadi atau golongan-golongan tersebut masuk
dalam kategori orang yang tak paham menggunakan sosial media sebagai bentuk
kecanggihan teknologi infromasi dan komunukasi. Tentunya ini mencedrai tujuan
mulia dari perkembangan ilmu pengetahuan yang seharusnya memberikan kemudahan,
kedamaian tetapi justru malah menimbulkan kerusakan. Kerusakan moral bangsa
akibat penggunaan yang salah kaprah dalam bersosial media. Perang sosial media
mulai terjadi tapi tak menemukan solusi.
Di tahun
politik ini para akdemisi mulai bersuara. Inteletualnya sedang diuji coba. Sebelumnya
tidak kritis tapi di tahun politik mereka mulai berfikir analitis. Itu sah-sah
saja. Karena mereka punya pemikiran masing-masing akibat berkembangnya pola
fikir. Tapi ingat, jangan salah kaprah. Berfikir kritis dibenarkan karena
itulah salah satu ciri kaum inteletual, namun berfikirlah dengan dua belah mata
jangan justru berat sebelah. Kaum intelektual harus seimbang. Silahkan memberikan
kritikan tapi juga disertai dengan solusi untuk mengatasi persoalan. Bersosial medialah
dengan bijak. Jangan jadikan sosial media sebagai ajang menambah permusuhan, tapi
jadikan ajang menambah pertemanan.
Saya sempat
berfikir andai saja kaum akademisi yang memiliki ide dan cara pandang yang luar
biasa dalam memahami bangsa, segala komentar dan kritikan yang disampaikan lewat
sosial medianya masing-masing ditulis dengan apik yang mencirikan kaum
akademisi, pastilah banyak melahirkan pemikir-pemikir yang luar biasa. Tidak hanya
berani berdiskusi disosial media yang terkadang membuat panasnya suasana, tapi
para pemikir-pemikir tersebut akan meninggalkan karya-karya yang luar biasa. Ketika
mereka telah tiada maka karyanya akan menjadi penerus dan dipahami oleh para
penerus. Tapi sebaliknya, saya berfikir apalah jadinya para pemikir. Jika hari
ini mereka hanya banyak berbicara tapi sedikit sekali fikirannya dituangkan
dalam sebuah karya, pastilah ide berlian, pemikiran yang luar biasa tersebut
akan hilang ditelan zaman. Berapi-berapi bak kembang api. Habis percikan maka
warna-warni kehidupan tak lagi didapatkan.
Semoga bermanfaat.
*Staf
pengajar di STAIN Bengkalis
Bengkalis, 22/2/19
*Sumber
gambar: Google
No comments
Post a Comment