STRATEGI PERCEPATAN AKREDITASI PERGURUAN TINGGI 1 : MEMBANGUN BUDAYA MUTU
Khairul
Azan
(Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
Era globalisasi seperti sekarang
ini menuntut setiap lembaga pendidikan
tak terkecuali perguruan tinggi harus terus berbenah diri. Pembenahan dilakukan
guna meningkatkan mutu pendidikan. Ketika mutu pendidikan meningkat diharapkan
pendidikan mampu menjadi solusi terkait penyelesaian kompleksitasnya
permasalahan dalam tatanan hidup bermasyarakat, baik itu menyentuh karakter
manusia, ekonomi, hukum, politik, agama dan lain-lain. Ketika mutu pendidikan
meningkat juga tentunya akan berdampak positif pada munculnya kepercayaan masyarakat
tentang eksistensi pendidikan. Oleh karena itu selayaknyalah kita mulai
menyadari dan membuka mata serta fikiran dalam menilai mutu itu sebagai salah
satu bagian terpenting dalam pengelolaan pendidikan.
Kata mutu pada
dasarnya mengarah pada pandangan bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan mampu
memberikan kepuasan atau melebihi apa yang diharapakn oleh para pelanggan. Sebagaimana
yang diungkapkan oleh Sallis (2006) dalam bukunya “Total Quality Management in Education” menjelaskan
bahwa mutu adalah sebagai sesuatu yang
memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan”. Lebih lanjut Hoy, et al. (2000), juga mendefisikan mutu
pendidikkan adalah evaluasi dari proses mendidik yang
meningkatkan kebutuhan untuk mencapai dan mengembangkan bakat para pelanggan dari
proses, dan pada saat yang sama memenuhi standar akuntabilitas
yang ditetapkan oleh klien yang membayar untuk proses atau output dari proses mendidik.
Mutu bukan sekedar formalitas namun
mutu adalah sebagai kredibilitas. Kredibilitas tercermin dari pengelolaan
pendidikan yang mengarah pada sistem kerja yang memandang mutu adalah
harga mati. Oleh karena itu bisa
dikatakan mutu bukan hanya sekedar berkonsentrasi pada hasil namun mutu lebih
mengarah pada proses yang dijalankan. Ketika proses dijalankan dengan bermutu
maka secara tidak langsung hasilnya juga akan bermutu.
Agar mutu pendidikan di perguruan
terjamin maka disinilah pemerintah membuat sebuah sistem mutu yang sering
disebut dengan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan
Mutu Eksternal (SPME). SPMI mengarah pada proses yang dilaksanakan, sedangkan SPME
adalah penilaian hasil terhadap SPMI yang telah diimplementasikan. SPMI adalah
sistem mutu yang terdiri dari kebijakan mutu, standar mutu, manual mutu dan
formulir mutu. Untuk menilai sejauh mana implementasi dari SPMI tersebut maka
lahirlah akreditasi sebagai intrumen SPME yang meliputi tujuh standar di
dalamnya. Diantara tujuh standar tersebut adalah : 1) Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, Serta Strategi
Pencapaian, 2) Tata Pamong, Kepemimpinan, Sistem Pengelolaan, dan Penjaminan
Mutu, 3) Mahasiswa dan Lulusan, 4) Sumber Daya Manusia, 5) Kurikulum, Pembelajaran,
dan Suasana Akademik, 6) Pembiayaan, Sarana dan Prasarana, serta Sistem
Informasi, 7) Penelitian, Pelayanan/Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Kerjasama.
Di pendidikan tinggi
akreditasi terbagi menjadi dua, yaitu APS dan AIPT. APS adalah Akreditasi
Program Studi dan AIPT adalah Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi. Akreditasi
adalah bentuk akuntabilitas dan tranparansi pengelolaan pendidikan kepada
khalayak ramai terlebih lagi kepada pelanggaan dan pengguna jasa pendidikan. Apalagi
seperti sekarang ini lapangan pekerjaan menuntut para lulusan yang memiliki
kualitas tinggi. Salah satu indikator dari kualitas tersebut dibuktikan dengan
prolehan akreditasi baik itu program studi maupun institusi.
Akreditasi sebagai
instrumen SPME tidak akan berhasil ketika SPMI tidak tidak dajalankan dengan
baik. SPMI tidak akan berhasil ketika tidak dipahami dan dilaksanakan dengan
baik oleh civitas akademika, baik itu pimpinan, dosen, staf maupun mahasiswa. Dalam
kata lain saling menompang untuk kemajuan. Tapi tentunya ini tidak mudah. Butuh
pembiasaan. Pembiasaan akan mengarah pada budaya. Budaya mutu yang menjadi
keharusan. Bekerja dengan prinsip nol kesalahan (zero defact). Memandang mutu betul-betul sebagai bagian dalam
penyelenggaraan pendidikan. Bukan hanya sekedar lebel namun lebih kepada
semangat bersama untuk mengimplementasikannya.
Oleh karena itu akan sulit
digapai akreditasi maksimal sebagai gambaran perguruan tinggi yang bermutu
ketika tak menjadikan mutu sebagai budaya. Akreditasi akan terasa sesuatu yang
sangat sulit dilakukan dan begitu berat. Tapi sebaliknya ketika budaya mutu
hadir maka disitulah perlahan perguruan tinggi akan terus berkembang kearah
kemajuan dengan standar yang tinggi dalam pengelolaan dan output yang dihasilkan. Mutu bukan dijadikan sebagai tekanan
melainkan mutu adalah kebutuhan. Mutu bukanlah sebuah tujuan melainkan sebuah
perjalanan.
Sumber bacaan
Hoy,
Charles. et.al. (2000). Improving Quality
in Education. London: Parmer Press.
Sallis, Edward.
(2006). Total Quality Management in
Education (Manajemen Mutu Pendidikan). Jogjakarta: IRCiSoD.
Semoga
bermanfaat.
Bengkalis, 16
November 2018
*Sumber
gambar: Google

No comments
Post a Comment