MENDUDUKKAN MASALAH: LANGKAH AWAL DALAM MEMBUAT SKRIPSI
Oleh
Khairul
Azan
(Dosen
STAIN Bengkalis dan Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
Seperti penjelasan pada
bagian sebelumnya bahwa skripsi adalah tugas akhir yang dibuat oleh mahasiswa
pada program sarjana (S1). Tugas akhir tersebut disajikan dalam bentuk hasil
penelitian. Skripsi adalah hasil penelitian yang bisa dikategorikan sebagai
karya ilmiah. Dimana di dalamnya memuat teoritis, empiris, metodologis dan
sistematis dari sisi penyusunannya.
Langkah
awal dalam membuat penelitian adalah memunculkan masalah sebagai pijakan
seorang peneliti. Masalah sebagai syarat mutlak ketika kita ingin melakukan
sebuah penelitian. Masalah adalah penentu sebuah judul, pendakatan dan metode
yang digunakan dan produk penelitian yang hendak dihasilkan. Dimana tujuan mahasiswa
melakukan penelitian adalah untuk menemukan solusi dari permasalahan yang
diangkat kepermukaan. Sebagaimana Purwanto (2010) mengatakan bahwa penelitian
diharapkan bisa memecahkan masalah atau setidak tidaknya memperkecil
kesenjangan yang ditimbulkan oleh masalah tersebut.
Sebagai
salah satu karya ilmiah maka masalah dalam penelitian itu tidaklah sama dengan masalah
pada umumnya. Masalah menurut Setyosari (2010) adalah gap antara kebutuhan yang
diinginkan dan kebutuhan yang ada. Lebih lanjut Sukardi (2009) juga mengatakan
bahwa masalah itu adalah kesulitan yang dirasakan oleh orang awam maupun para
peneliti; permasalahan dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang menghalangi
tercapainya tujuan.
Munculnya
masalah ditandai dengan adanya kesenjangan antara harapan (das sollen)
dan
kenyataan (das
sein).
Yang seharusnya terjadi dengan apa yang terjadi. Dimana dalam menentukan
harapan dan apa yang seharusnya terjadi tersebut seseorang bisa berpijakan dari
teori yang dipelajari atau kebiasaan yang terjadi dimasyarakat atau pribadi
yang membentuk nilai yang mengikat dan dianggap benar. Sehingga ketika apa yang
terjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau yang seharusnya terjadi baik
dari pandangan teoritis atau dari padangan kebiasaan maka itu bisa dikatakan
sebagai masalah yang perlu diteliti lebih jauh lagi.
Sebagai
contoh untuk lebih memahami, maka saya ingin memberikan sebuah masalah dalam
penelitian dengan judul “pengaruh sarana prasarana terhadap mutu sekolah A”. Dimana
secara teoritis dikatakan bahwa mutu sekolah itu dipengaruhi oleh sarana
prasarana lengkap.
Dari
judul di atas saya ingin memberikan dua contoh kasus. Dari dua kasus tersebut
manakah kondisi yang bisa dikatakan masalah dan bukan masalah. Pertama, sekolah A adalah sekolah dengan
sarana prasarana yang sangat lengkap. Gedung sekolahnya sangat megah. Ruang kelas
ber AC yang dilengkapi dengan CCTV, In
Focus, dan Free Wifi. Namun mutu
pendidikan di sekolah A tersebut tidaklah membanggakan, justru nilai
akreditasinya hanya berada pada peringkat C. Kedua, sekolah A adalah sekolah dengan sarana prasarana yang sangat
lengkap. Gedung sekolahnya sangat megah. Ruang kelas ber AC yang dilengkapi
dengan CCTV, In Focus, dan Free Wifi dan mutunya sangat bangus
dimana peringkat akreditasinya adalah A.
Berdasarkan
dua contoh kasus di atas, manakah yang bisa dikatakan sebagai masalah dan mana
yang tidak. Apakah pada contoh pertama atau kedua. Jawabannya jelas pada kasus pertama bukan kedua. Mengapa demikian?, karena contoh pertama tersebut jelas
mengutarakan adanya kesenjangan antara yang seharusnya terjadi dengan apa yang
terjadi. Dimana kesenjangannya (gap) terlihat dari ketidakcocokan antara teori dan
fakta, dari harapan dan yang terjadi tidak sejalan. Seharusnya jika sekolah
memiliki sarana prasarana yang lengkap maka mutunya juga akan meningkat. Tetapi
dari kasus tersebut justru sebaliknya. Meskipun sarana prasarananya lengkap
namun tidak berdampak kepada peningkatan mutu sekolah. Inilah kesenjangan yang
dimaksud sebagai tanda sebuah permasalahan. Dimana masih adanya tanda tanya
yang perlu dijawab lewat sebuah penelitian.
Sementara
itu pada kasus kedua tidak ada masalah. Karena wajar saja sekolahnya bermutu
karena betul-betul dilengkapi dengan sarana prasaranya yang lengkap. Dimana secara
teori juga mengatakan seperti itu. Oleh karena itu hati-hati dalam menentukan
sebuah permasalahan sebagai titik tolak dalam melakukan penelitian. Ketika salah
dalam menentukan masalah maka juga akan bermasalah dalam kelanjutan penelitian yang
dianggal fatal.
Daftar
Bacaan
1.
Purwanto. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
2.
Sukardi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya : Jakarta:
Bumi Aksara.
3.
Punaji Setyosari. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan
Pengembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Semoga bermanfaat.
Bengkalis, 18 Desember 201
*Sumber gambar: google
No comments
Post a Comment